TINGGALKAN SESAJEN
::
🚇 SESAJEN SEBAGAI BENTUK SYUKUR NIKMAT SEKALIGUS TOLAK BALA
_*Benarkah sebagai Bentuk Syukur?*_
Sebagai contoh kasus adalah pawai budaya dan larung sesaji berisi kepala kambing yang mewarnai tradisi Kupatan dan sedekah laut di Perairan Rembang, Jawa Tengah.
Usai pawai budaya, sesaji yang berisi antara lain kepala kambing, tumpeng, kembang tiga rupa, dan rantang makanan, dilarung ke laut. Kepala kambing yang dilarung harus dari kambing jantan. Dipilihnya kambing untuk larung sesaji, karena hewan tersebut menurut anggapan mereka adalah simbol cita-cita nelayan setempat untuk mendapatkan berkah dari Tuhan Yang Mahakuasa.
Masyarakat setempat meyakini bahwa usai larung sesaji hasil tangkapan ikan akan melimpah. Sebagian lainnya mengatakan bahwa prosesi larung sesaji di Perairan Rembang itu adalah bentuk syukur nelayan karena mendapatkan hasil tangkapan ikan yang cukup menggembirakan selama setahun terakhir.
Melihat alasan sebagian mereka bahwa larung tersebut adalah bentuk syukur, ada beberapa hal yang janggal dan aneh yang patut dipertanyakan.
*_1. Benarkah pawai budaya dan larung sesaji sebagai tanda syukur?_*
*_2. Seperti itukah Islam mengajarkan untuk bersyukur?_*
*_3. Syukur adalah ibadah. Adakah tuntunan dari Rasulullah ﷺ untuk bersyukur dalam bentuk larung sesaji?_*
Islam menentukan bentuk-bentuk syukur dengan sempurna dan lengkap. Syukur diwujudkan dengan hati, lisan, dan perbuatan anggota badan. Semuanya harus dilakukan dengan hal-hal yang diperintahkan oleh Allah Ta'ala dan dibimbingkan oleh Rasulullah ﷺ.
Tidak ada satu pun ayat dan hadits yang menjelaskan bentuk syukur dalam bentuk pawai budaya dan larung sesaji.
Di masa hidup Nabi Muhammad ﷺ , sering dan terlalu banyak kenikmatan yang diberikan oleh Allah Ta'ala, padahal wilayah Islam luas membentang, menyeberang lautan, menguasai sungai dan daratan. Namun, beliau ﷺ tidak pernah mencontohkan perbuatan larung sesaji! Ini jika Islam dijadikan tolok ukur berpikir.
*Alasan lain, Sumber Pendapatan Daerah*
Alasan lain untuk tetap mengadakan tradisi ritual dalam bentuk sesaji, menyembelih hewan tertentu, adalah sebagai objek wisata dan sumber pendapatan daerah.
Contohnya adalah acara Pati Ka Ata Mata, Ritual di Puncak Kelimutu, Kawasan Taman Nasional Kelimutu, Kabupaten Ende, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Bentuknya adalah upacara adat memberi makan bagi arwah leluhur atau orang yang sudah meninggal.
Prosesi ritual diawali oleh sembilan mosalaki yang mewakili sembilan suku dengan pakaian tradisional membawa sesaji ke dakutatae, sebuah batu alam sebagai tugu tempat sesaji. Sesaji yang dipersembahkan adalah nasi, daging hewan kurban (babi), moke (semacam tuak lokal), rokok, sirih pinang, dan kapur.
Setelah pemberian makan leluhur yang dilakukan oleh para mosalaki, para pengunjung kemudian ditawari oleh mosalaki untuk turut menikmati sesaji sebagai tanda bersukaria bersama para leluhur. Tahapan ritual itu lalu dilanjutkan dengan gawi, menari bersama para mosalaki tersebut mengelilingi tugu batu.
Sejumlah pelaksana ritual mengatakan, Pati Ka Ata Mata yang digelar dimaksudkan untuk menaikkan doa kepada arwah leluhur—selain untuk menolak bala, juga agar wilayah Ende dijauhkan dari bencana serta disuburkan alamnya sehingga dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakatnya.
Dari mitos yang diyakini turun-temurun oleh masyarakat Ende Lio, kawasan puncak Danau Kelimutu adalah tempat tinggal atau berkumpulnya para arwah orang yang sudah meninggal. Pintu gerbang (pere konde) Danau Kelimutu dijaga oleh Konde Ratu, sang penguasa.
Kegiatan ini digelar sebagai bentuk pelestarian budaya daerah. Dari upacara adat yang telah berlangsung turun-temurun, pemberian makan kepada leluhur yang hanya dilakukan di tiap rumah warga, kampung, atau suku, kini menjelma menjadi upacara adat di puncak Kelimutu yang melibatkan suku-suku Lio. Selanjutnya, ritual ini akan digelar rutin setiap tahun. Tradisi ini juga menjadi agenda pariwisata Ende.
*Mahasuci Allah dari apa yang mereka perbuat! Apakah lubang dan lorong sempit kesyirikan dijadikan sebagai sumber pendapatan?
*
Perilaku durhaka dan sikap menantang Dzat Pencipta dipilih sebagai jalan untuk meraih kemakmuran dunia? Tidak! Tidak akan mungkin! Justru bencana dan malapetaka yang akan dituai. Kesempitan hidup dan kebinasaan yang akan menjemput.
Seandainya penduduk sebuah negeri beriman dan bertakwa, niscaya berkah dari langit dan bumi akan dibuka seluas-luasnya.
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰٓ ءَامَنُوا۟ وَاتَّقَوْا۟ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَالْأَرْضِ وَلٰكِن كَذَّبُوا۟ فَأَخَذْنٰهُم بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ ﴿الأعراف:٩٦﴾
_“Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.”_ (al-A’raf: 96)
Sungguh menyedihkan. Ya Allah, kami berlepas diri dari apa yang mereka lakukan.
(*) Judul utama dari tim redaksi channel @ForumBerbagiFaidah
••••
Sumber: https://www.google.co.id/amp/asysyariah.com/tradisi-menyembelih-di-masyarakat/amp/